Selasa, 18 Juni 2013

PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA DAN PERAN GURU PEMBIMBING


PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA DAN PERAN GURU PEMBIMBING

Sekolah sebagai tempat berlangsungnya pendidikan tentu saja memungkinkan siswa untuk melakukan sosialisasi. Dari pergaulan dengan teman sebaya, guru, teman satu sekolah, lingkungan dekat sekolah, semuanya akan mempercepat proses sosialisasi yang akan merubah tingkah laku dan perilakunya.
Yang menentukan cepat atau lambat terjadinya proses sosialisasi tersebut adalah kedekatan anak di dalam kelompok bermainnya. Apalagi anak sedang mengalami masalah di dalam keluarganya, sehingga anak menemukan tempat untuk mencurahkan perasaannya itu dalam kelompok bermain. Dalam kelompok bermain, jika anak mempunyai teman-teman yang memiliki perilaku buruk, seperti suka melawan, suka berkelahi maka anakpun memiliki kecenderungan untuk meniru perilaku temannya tersebut. Dengan kata lain kuantitas pergaulan anak turut menentukan atau mempengaruhi bagaimana terbentuknya perilaku anak.
Siswa yang menunjukkan perilaku demikian kemungkinan besar disebabkan tidak adanya kesesuaian tingkat perkembangan dan tidak sesuai dengan nilai moral yang berlaku. Perilaku ini tentu saja akan mengganggu siswa untuk mencapai perkembangan berikutnya, bahkan tidak sedikit yang mengakibatkan kegagalan dalam belajar.
Keadaan siswa di sekolah merupakan tanggung jawab pihak sekolah. Siswa perlu mendapat perhatian serta perlakuan secara bijak.  Ini bisa dilakukan melalui proses pendidikan, bimbingan, dan latihan. Kewenangan khusus untuk menangani siswa yang bermasalah ada pada guru pembimbing atau konselor sekolah. Peran guru pembimbing pada hakikatnya berkedudukan sebagai pemberi bantuan kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan, sebagaimana dikemukakan oleh Prayitno (2004) bahwa pada dasarnya adalah membantu individu dan kelompok untuk mengurangi sampai seminimal mungkin dampak sumber-sumber permasalahan; mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh individu dan kelompok; mengembangkan diri individu dan kelompok seoptimal mungkin.
Menurut Wilnes dalam bukunya Punishment and Reformation sebab-sebab penyimpangan/kejahatan dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
  1. Faktor subjektif adalah faktor yang berasal dari seseorang itu sendiri (sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir).
  2. Faktor objektif adalah faktor yang berasal dari luar (lingkungan). Misalnya keadaan rumah tangga, seperti hubungan antara orang tua dan anak yang tidak serasi.
Untuk lebih jelasnya, berikut diuraikan beberapa penyebab terjadinya penyimpangan seorang individu (faktor objektif), yaitu
  1. Ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan. Seseorang yang tidak sanggup menyerap norma-norma kebudayaan ke dalam kepribadiannya, ia tidak dapat membedakan hal yang pantas dan tidak pantas. Keadaan itu terjadi akibat dari proses sosialisasi yang tidak sempurna, misalnya karena seseorang tumbuh dalam keluarga yang retak (broken home). Apabila kedua orang tuanya tidak bisa mendidik anaknya dengan sempurna maka anak itu tidak akan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai anggota keluarga.
  2. Proses belajar yang menyimpang. Seseorang yang melakukan tindakan menyimpang karena seringnya membaca atau melihat tayangan tentang perilaku menyimpang. Hal itu merupakan bentuk perilaku menyimpang yang disebabkan karena proses belajar yang menyimpang. Misalnya, seorang anak yang melakukan tindakan kejahatan setelah melihat tayangan rekonstruksi cara melakukan kejahatan atau membaca artikel yang memuat tentang tindakan kriminal. Demikian halnya karier penjahat kelas kakap yang diawali dari kejahatan kecil-kecilan yang terus meningkat dan makin berani/nekad merupakan bentuk proses belajar menyimpang. Hal itu juga terjadi pada penjahat berdasi putih (white collar crime) yakni para koruptor kelas kakap yang merugikan uang negara bermilyar- milyar. Berawal dari kecurangan-kecurangan kecil semasa bekerja di kantor/mengelola uang negara, lama kelamaan makin berani dan menggunakan berbagai strategi yang sangat rapi dan tidak mengundang kecurigaan karena tertutup oleh penampilan sesaat.
  3. Ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial. Terjadinya ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial dapat mengakibatkan perilaku yang menyimpang. Hal itu terjadi jika dalam upaya mencapai suatu tujuan seseorang tidak memperoleh peluang, sehingga ia mengupayakan peluang itu sendiri, maka terjadilah perilaku menyimpang. Misalnya jika setiap penguasa terhadap rakyat makin menindas maka lama-kelamaan rakyat akan berani memberontak untuk melawan kesewenangan tersebut. Pemberontakan bisa dilakukan secara terbuka maupun tertutup dengan melakukan penipuan-penipuan/pemalsuan data agar dapat mencapai tujuannya meskipun dengan cara yang tidak benar. Penarikan pajak yang tinggi akan memunculkan keinginan memalsukan data, sehingga nilai pajak yang dikenakan menjadi rendah. Seseorang mencuri arus listrik untuk menghindari beban pajak listrik yang tinggi. Hal ini merupakan bentuk pemberontakan/perlawanan yang tersembunyi.
  4. Ikatan sosial yang berlainan. Setiap orang umumnya berhubungan dengan beberapa kelompok. Jika pergaulan itu mempunyai pola-pola perilaku yang menyimpang, maka kemungkinan ia juga akan mencontoh pola-pola perilaku menyimpang.
  5. Akibat proses sosialisasi nilai-nilai sub-kebudayaan yang menyimpang. Seringnya media massa menampilkan berita atau tayangan tentang tindak kejahatan (perilaku menyimpang) menyebabkan anak secara tidak sengaja menganggap bahwa perilaku menyimpang tersebut sesuatu yang wajar. Hal inilah yang dikatakan sebagai proses belajar dari sub-kebudayaan yang menyimpang, sehingga terjadi proses sosialisasi nilai-nilai sub-kebudayaan menyimpang pada diri anak dan anak menganggap perilaku menyimpang merupakan sesuatu yang wajar/biasa dan boleh dilakukan.

Bentuk Penyimpangan

Bentuk-bentuk perilaku menyimpang dapat dibedakan menjadi dua, sebagai berikut.
  • Bentuk penyimpangan berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
  1. Penyimpangan bersifat positif. Penyimpangan bersifat positif adalah penyimpangan yang mempunyai dampak positif ter-hadap sistem sosial karena mengandung unsur-unsur inovatif, kreatif, dan memperkaya wawasan seseorang. Penyimpangan seperti ini biasanya diterima masyarakat karena sesuai perkembangan zaman. Misalnya emansipasi wanita dalam kehidupan masyarakat yang memunculkan wanita karier.
  2. Penyimpangan bersifat negatif. Penyimpangan bersifat negatif adalah penyimpangan yang bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang dianggap rendah dan selalu mengakibatkan hal yang buruk. Bobot penyimpangan negatif didasarkan pada kaidah sosial yang dilanggar. Pelanggaran terhadap kaidah susila dan adat istiadat pada umumnya dinilai lebih berat dari pada pelanggaran terhadap tata cara dan sopan santun. Bentuk penyimpangan yang bersifat negatif antara lain sebagai berikut:
    1. Penyimpangan primer (primary deviation). Penyimpangan primer adalah penyimpangan yang dilakukan seseorang yang hanya bersifat temporer dan tidak berulang-ulang. Seseorang yang melakukan penyimpangan primer masih diterima di masyarakat karena hidupnya tidak didominasi oleh perilaku menyimpang tersebut. Misalnya, siswa yang terlambat, pengemudi yang sesekali melanggar peraturan lalu lintas, dan orang yang terlambat membayar pajak.
    2. Penyimpangan sekunder (secondary deviation). Penyimpangan sekunder adalah perilaku menyimpang yang nyata dan seringkali terjadi, sehingga berakibat cukup parah serta menganggu orang lain. Misalnya orang yang terbiasa minum-minuman keras dan selalu pulang dalam keadaan mabuk, serta seseorang yang melakukan tindakan pemerkosaan. Tindakan penyimpangan tersebut cukup meresahkan masyarakat dan mereka biasanya di cap masyarakat sebagai “pencuri”, “pemabuk”, "penodong", dan "pemerkosa". Julukan itu makin melekat pada si pelaku setelah ia ditangkap polisi dan diganjar dengan hukuman.
  • Bentuk penyimpangan berdasarkan pelakunya, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut :
  1. Penyimpangan individual (individual deviation)
Penyimpangan individual adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang menyimpang dari norma-norma suatu kebudayaan yang telah mapan. Misalnya, seseorang bertindak sendiri tanpa rencana melaksanakan suatu kejahatan, seperti: mencuri, menodong, dan memeras. Penyimpangan individu berdasarkan kadar penyimpangannya dibagi menjadi lima, yaitu sebagai berikut.
    1. Pembandel yaitu penyimpangan yang terjadi karena tidak patuh pada nasihat orang tua agar mengubah pendiriannya yang kurang baik.
    2. Pembangkang yaitu penyimpangan yang terjadi karena tidak taat pada peringatan orang-orang.
    3. Pelanggar yaitu penyimpangan yang terjadi karena melanggar norma-norma umum yang berlaku dalam masyarakat.
    4. Perusuh atau penjahat yaitu penyimpangan yang terjadi karena mengabaikan norma-norma umum, sehingga menimbulkan kerugian harta benda atau jiwa di lingkungannya.
    5. Munafik yaitu penyimpangan yang terjadi karena tidak menepati janji, berkata bohong, mengkhianati kepercayaan, dan berlagak membela.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar